Hujan lahir dari apa yang dikehendakiNya. Tapi kau menolak. Manusia-manusia pencaci tak tau diri. Aku di dalamnya.
Minggu, 08 Desember 2013
Sabtu, 07 Desember 2013
Jumat, 11 Oktober 2013
[Puisi] Veteran Bicara
Bertepi berdasar risalah seorang renta
Pertiwi tersengat mentari dini
Ratus juta penghuni bersiap diri
Jarum detik mengiringi langkah
Merangsang impuls mendengar petuah
Pada eranya kami bertumpu satu
Berpegang teguh membangun padu
Jiwa-jiwa berkumpul mengutuh
Tegak berontak melawan benalu
Ratapku hari ini
Tangan-tangan merayap tanah
Kaki penguasa tak sama tinggi dengan kepala rakyatnya
Air mata mereka dikuras pemeras
Tubuh mereka ditelanjangi penegak neg'ri
Ironi
Mati terkapar di neg'ri sendiri
Bukan karena takdir
Tapi penjajah konstitusi yang memutus nadir
Jantungnya tak berdetak
Matanya melek terbelalak
Kakinya diam tak beranjak
Tubuhnya hilang raga, jasadnya hilang nyawa
Miris...
Untuk generasimu
Hidupkan jati diri neg'ri
Dendangkan irama melodi tentang simfoni
Agar mereka tergugah hati
Bahwa hidup di neg'ri ini patut disyukuri, katanya.
Aldy Raenaldy
Kamis, 31 Maret 2012
Pertiwi tersengat mentari dini
Ratus juta penghuni bersiap diri
Jarum detik mengiringi langkah
Merangsang impuls mendengar petuah
Pada eranya kami bertumpu satu
Berpegang teguh membangun padu
Jiwa-jiwa berkumpul mengutuh
Tegak berontak melawan benalu
Ratapku hari ini
Tangan-tangan merayap tanah
Kaki penguasa tak sama tinggi dengan kepala rakyatnya
Air mata mereka dikuras pemeras
Tubuh mereka ditelanjangi penegak neg'ri
Ironi
Mati terkapar di neg'ri sendiri
Bukan karena takdir
Tapi penjajah konstitusi yang memutus nadir
Jantungnya tak berdetak
Matanya melek terbelalak
Kakinya diam tak beranjak
Tubuhnya hilang raga, jasadnya hilang nyawa
Miris...
Untuk generasimu
Hidupkan jati diri neg'ri
Dendangkan irama melodi tentang simfoni
Agar mereka tergugah hati
Bahwa hidup di neg'ri ini patut disyukuri, katanya.
Aldy Raenaldy
Kamis, 31 Maret 2012
[PUISI] Senja
[PUISI] -nya mereka
Ketika mereka ku tunggu, yang datang angin membawa bisa
Ketika mereka menyapa, yang diam aku dengan tundukan kepala
Ketika angin membawa bisa, mereka datang menyapa
Ketika aku tundukan kepala, mereka menyadari aku menunggunya
Bibir-bibir kecil penuh racun sedalamnya
Tangkai mawar telah busuk dari dalamnya
Rantai patah besi telah memutusnya
Serangkaian kata pada mereka, kataku
Ketika mereka menyapa, yang diam aku dengan tundukan kepala
Ketika angin membawa bisa, mereka datang menyapa
Ketika aku tundukan kepala, mereka menyadari aku menunggunya
Bibir-bibir kecil penuh racun sedalamnya
Tangkai mawar telah busuk dari dalamnya
Rantai patah besi telah memutusnya
Serangkaian kata pada mereka, kataku
[PUISI] Balada Pecari Pahala
Suatu ketika pada malam purnama
Jamak manusia memboyong pahala
Satu hari saja
Dibekap berkah untuk akhirat sana
Dua malam – tiga malam – empat malam, malam sepuluh
Tinggal manusia sesepuh
Pejuang muda lemas mengeluh
Sungguh pilu
Bekal surga, mereka seperti tak mau
Malam sebelas – malam duabelas – malam tigabelas .... malam sembilanbelas
Sesepuh masih berdiri tegas
Tangkas dan memangkas pahala dengan selaras
Muda-mudi kembali terkoyak imbas
Untukmu, *keras dan panas
Malam dua puluh sampai malam dua puluh lima
Saf tiga, empat, lima hingga halaman Masjid seakan tak ada
Lagi, sesepuh membuatNya terkesima
Lantang mereka berbicara
Tak henti mereka melantunkan doa
Kembali, muda-mudi rontok seluruhnya
Malam dua puluh enam, dua puluh tujuh, dua puluh delapan, dua puluh sembilan, dan tiga puluh
Seraya bersorak riuh
Malam kemenangan disambut haru
Dosa-dosa runtuh meluruh
Setiap harta, setia jiwa, setiap raga disucikan kembali olehMu
1 Syawal 1433 Hijriah
Hari itu kemenangan tiba
Sesepuh habis masanya, muda-mudi terbelah tabiatnya
Kemenangan ini milik kita
Sambutlah dengan suka cita
Seluruhnya berkumpul utuh, merangkul pahala, binasakan dosa
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Laa ilaaha illallah Wallahu Akbar
Allahu Akbar Wa Lillahil-hamd
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Aldy Raenaldy
16 Agustus 2012
Jakarta Utara
Jamak manusia memboyong pahala
Satu hari saja
Dibekap berkah untuk akhirat sana
Dua malam – tiga malam – empat malam, malam sepuluh
Tinggal manusia sesepuh
Pejuang muda lemas mengeluh
Sungguh pilu
Bekal surga, mereka seperti tak mau
Malam sebelas – malam duabelas – malam tigabelas .... malam sembilanbelas
Sesepuh masih berdiri tegas
Tangkas dan memangkas pahala dengan selaras
Muda-mudi kembali terkoyak imbas
Untukmu, *keras dan panas
Malam dua puluh sampai malam dua puluh lima
Saf tiga, empat, lima hingga halaman Masjid seakan tak ada
Lagi, sesepuh membuatNya terkesima
Lantang mereka berbicara
Tak henti mereka melantunkan doa
Kembali, muda-mudi rontok seluruhnya
Malam dua puluh enam, dua puluh tujuh, dua puluh delapan, dua puluh sembilan, dan tiga puluh
Seraya bersorak riuh
Malam kemenangan disambut haru
Dosa-dosa runtuh meluruh
Setiap harta, setia jiwa, setiap raga disucikan kembali olehMu
1 Syawal 1433 Hijriah
Hari itu kemenangan tiba
Sesepuh habis masanya, muda-mudi terbelah tabiatnya
Kemenangan ini milik kita
Sambutlah dengan suka cita
Seluruhnya berkumpul utuh, merangkul pahala, binasakan dosa
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Laa ilaaha illallah Wallahu Akbar
Allahu Akbar Wa Lillahil-hamd
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Aldy Raenaldy
16 Agustus 2012
Jakarta Utara
[PUISI] Hee Yaya
Heeee yaya heee yaya
Yaya heee yaya heee
Lampu redup
Angin bertiup
Cukup!
Tak lagi sanggup!
Heee yaya heee yaya
Yaya heee yaya heee
Masihkah ada tinta putih kebaikan menetes dari langit?
Masihkah ada suci embun tumbuh subur dari tanah gembur?
Masihkah ada tangan-tangan pemberi memijakkan kaki di bumi?
Heee yaya heee yaya
Seketika gelap!
Ada hujan untuk diharap!
Ada padi untuk digarap!
Ada manusia ikhlas hati tak rakus kalap
Heee yaya heee yaya
Yaya heee yaya heee
Cukup!
Mereka tak akan sanggup!
Lihat!
Air berkah
Padi merekah;
Namun, manusia serakah.
Tutup mulutku dengan kebisuan
Ikatkan tanganku dengan tali tamak kalian
Dan hancurlah aku pada akhirnya di kemudian
Heeeeee yayaya
Emmmmmmmm
Aldy Raenaldy
Selasa, 2 April 2013
23.48 WIB
Yaya heee yaya heee
Lampu redup
Angin bertiup
Cukup!
Tak lagi sanggup!
Heee yaya heee yaya
Yaya heee yaya heee
Masihkah ada tinta putih kebaikan menetes dari langit?
Masihkah ada suci embun tumbuh subur dari tanah gembur?
Masihkah ada tangan-tangan pemberi memijakkan kaki di bumi?
Heee yaya heee yaya
Seketika gelap!
Ada hujan untuk diharap!
Ada padi untuk digarap!
Ada manusia ikhlas hati tak rakus kalap
Heee yaya heee yaya
Yaya heee yaya heee
Cukup!
Mereka tak akan sanggup!
Lihat!
Air berkah
Padi merekah;
Namun, manusia serakah.
Tutup mulutku dengan kebisuan
Ikatkan tanganku dengan tali tamak kalian
Dan hancurlah aku pada akhirnya di kemudian
Heeeeee yayaya
Emmmmmmmm
Aldy Raenaldy
Selasa, 2 April 2013
23.48 WIB
Langganan:
Postingan (Atom)